Hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang benar-benar aman dari serangan malaria, begitu juga yang dialami di beberapa negara lainnya. Mengapa malaria sulit dibasmi?
Di dunia tercatat lebih dari 250 juta orang setiap tahun terinfeksi malaria, seperti dilansir Time, Senin (25/4/2011). Di Indonesia sendiri, 80 persen kabupaten masih termasuk endemis malaria dan 45 persen jumlah penduduk berisiko terkena malaria.
"Malaria masih menjadi masalah kesehatan terutama di wilayah luar Jawa Bali khususnya wilayah Indonesia bagian Timur. Indonesia bisa dibagi menjadi 3 wilayah yaitu endemis tinggi di Indonesia Timur, menengah di daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, serta rendah di wilayah Jawa Bali," jelas Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI dalam rilis yang diterima detikHealth.
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Di Indonesia ditemukan ke 4 spesies parasit.
Bahaya yang ditimbulkan oleh parasit tersebut adalah terjadinya anemia. Pada penderita malaria, sel-sel darah merah dirusak oleh plasmodium. Anemia dapat membuat produktivitas pekerja tidak optimal, serta mempengaruhi kecerdasan pada bayi dan anak usia sekolah.
Di daerah endemik, malaria menyebabkan bayi lahir dengan bobot rendah maupun lahir mati. Pada kehamilan bisa memicu anemia berat, yang turut menyumbang kasus kematian ibu hamil.
Malaria menjadi masalah yang sulit untuk ditanggani karena berbagai alasan. Berikut beberapa alasan mengapa malaria sulit dibasmi, seperti dilansir malariasite.com:
1. Parasit malaria hidup di dua tubuh makhluk hidup
Parasit malaria dapat bertahan hidup pada dua tubuh makhluk hidup, yaitu manusia sebagai tuan rumah yang menderita atau inang dan nyamuk Anopheles betina, hewan yang menyebarkan penyakit.
Hal ini membuat pengendalian malaria harus melibatkan tiga makhluk hidup, yaitu parasit itu sendiri, manusia dan nyamuk penyebar parasit.
2. Parasit malaria memiliki kemampuan besar untuk melarikan diri dari pertahanan manusia
Parasit malaria memliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan dapat bertahan dalam tubuh inang selama bertahun-tahun tanpa merugikan diri sendiri dan menyebar melalui nyamuk. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa vaksin terhadap malaria mungkin tidak efektif.
3. Obat antimalaria belum mampu mengendalikan parasit malaria
Obat antimalaria lini pertama yang murah dan aman, tidak begitu efektif di berbagai belahan dunia. Sedangkan obat yang baru masih sangat sedikit, mahal (untuk sebagian besar populasi yang menderita malaria) dan lebih toksik (beracun atau tidak aman).
4. Host atau manusia selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain
Manusia sebagai host (tuan rumah yang menderita malaria) selalu bergerak dan berpindah, membuat penyebaran malaria menyebar dari orang satu ke orang lainnya, tempat ke tempat lainnya, bahkan lintas benua.
5. Nyamuk sebagai pembawa parasit sangat banyak dan lebih beradaptasi dari manusia
Jumlah nyamuk setidaknya 40 kali lipat dibandingkan manusia. Mereka dapat hidup di banyak tempat seperti genangan air dan di sekitar pemukiman manusia. Beberapa nyamuk bahkan telah mengembangkan resistensi terhadap insektisida (pembasmi serangga).
Selain itu, untuk di Indonesia sendiri, Prof Tjandra menyampaikan beberapa alasan sulitnya memberantas malaria, yaitu:
- Perusakan lingkungan yang menyebabkan meluasnya tempat perindukan nyamuk
- Perpindahan nyamuk untuk bekerja dari tempat non endemis ke tempat endemis malaria
- Adanya krisis ekonomi dan terbatasnya dana menyebabkan kurangnya sumber daya (tenaga, sarana, biaya operasional dll)
- Kemiskinan dan kurang nutrisi menyebabkan lemahnya sistem imunitas
- Adanya resistensi parasit terhadap obat antimalaria yang ada (kloroquin)
- Resistensi nyamuk terhadap insektisida.
"Untuk itu malaria di Indonesia harus tetap diwasadai karena adanya migrasi penduduk dari daerah endemis rendah ke yang tinggi atau sebaliknya, ada perubahan lingkungan seperti pembabatan hutan, galian pasir, tambak, perkebunan (sawit, karet, salak dll) dan pertanian dengan sistem irigasi yang kurang baik, adanya resistensi obat antimalari kloroquin, resistensi terhadap insektisida," lanjut Prof Tjandra.
Selain itu, tambah Prof Tjandra, juga ada faktor sosio ekonomi seperti kemiskinan, ketidaktahuan, serta faktor finansial untuk pengendalian malari secara tuntas.
Ada pula faktor geografis yang sulit dan ketersediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk daerah DTPK (Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan) terutama di wilayah Indonesia Timur.
(mer/ir)
sumber:
0 comments:
Post a Comment